top of page
Marble Surface

SAMBUTAN SEKUM LEMBAGA ALKITAB INDONESIA - HUT GUPDI KE-87

zr%20alt_edited.jpg

Sejarah
Gereja Utusan Pantekosta di Indonesia (GUPDI)

SAMBUTAN KETUA SINODE GUPDI
PDT YUNUS RAHMADI, SH., M.A.C.E
HUT GUPDI KE-87

 A. GEREJA BERALIRAN PANTEKOSTA Dl INDONESIA

 

Aliran Pantekosta masuk ke Indonesia melalui dua cara, baik yang berasal dan Amerika maupun yang berasal dan Eropa. Pertama, dibawa oleh perorangan dengan cara menularkan spirit Pantekosta dalam persekutuan doa yang sudah ada di Indonesia. Pada mulanya mereka tidak bermaksud untuk mendirikan Gereja yang beraliran Pantekosta. Kedua, dibawa oleh para Misionaris-Pantekosta yang memang bermaksud untuk mendirikan Gereja beraliran Pantekosta di Indonesia.

 

J.Barnhard seorang pengusaha lnggris penganut ajaran Pantekosta yang berdomisili di Temanggung, Jawa Tengah bergabung dan mempengaruhi persekutuan doa yang sudah ada disana dengan ajaran Pantekosta, diantara pengikut persekutuan Doa itu adalah Suster M.A.Van Alt dan F.Van Abkoude. Kemudian hari, mereka bersama dengan tokoh aliran Pantekosta yang lain di Indonesia mendirikan “Pinkster Gemeente” dan membentuk kepemimpinan gerakan Pantekosta dalam badan yang bernama “Pinkster-Convent”.

 

Demikian juga sejarah berdirinya Gereja Gerakan Pantekosta (GGP) - dimulai oleh seorang Zendeling Leerar (Guru Injil) yang bemama J.Theissen. Semula, J.Theissen bekerja untuk gereja aliran Minonete daerah Tapanuli selama 13 tahun, ketika Theissen cuti ke Eropa sempat mengikuti Kebaktian Kebangunan Rohani di Swiss yang diadakan oleh kelompok aliran Pinkster (Pantekosta). Disana Theissen menerima kepenuhan Roh Kudus, kemudian ia berkenalan dengan Pastor Paul tokoh perintis Pinksterbeweging di Jerman dan Roelof Polman perintis Pinksterbeweging di Negeri Belanda. Ketika Theissen kembali ke Indonesia tidak bekerja lagi untuk Minonete tetapi mendirikan sendiri gereja aliran Pantekosta yang bernama Pinksterbeweging pada tanggal 29 Maret 1923. kemudian bergabung dalam “Pinkster Gemente” namun pada tahun 1932 - Pdt.Theissen memisahkan diri lagi dari “Pinkster Gemente”  dan meneruskan lagi gereja “Pinksterbeweging” - nya yang kemudian dikenal sebagai GEREJA GERAKAN PANTEKOSTA

 

Sedangkan utusan injil pertama dan gereja aliran Pantekosta yang masuk ke Indonesia adalah keluarga R. Van Klaveren dan keluarga C.E.Groesbeck, keduanya bekas perwira Bala Keselamatan yang diutus oleh Bethel Temple, Seattle, Washington, Amerika Serikat. Dasar pengutusan itu karena mereka mendapatkan penglihatan (vision). Kedua keluarga itu terpanggil menjadi missionaris ke luar negeri atau Iebih khusus lagi ke Pulau Jawa, Indonesia, mereka kemudian menghadap Pdt.Offiler Gembala Sidang Bethel Temple minta untuk dikirim ke Pulau Jawa. Biaya yang diperlukan untuk pemberangkatan kedua keluarga tersebut sebesar US $ 2.200, pada waktu itu baru terkumpul US$ 1.700. Rupanya gereja ini belum mempunyai badan misi khusus keluar negeri jadi pengiriman misi masih spontanitas. Kemudian Tuhan meneguhkan panggilanNya melalui peristiwa kesembuhan-ilahi seorang wanita yang menderita penyakit tumor. Setelah wanita itu didoakan oleh kedua keluarga itu, tumornya seberat lebih kurang 18,5 pound (9,5 kg) jatuh kelantai. Melalui wanita ini kekurangan dana misi sebesar US$ 500, terpenuhi! Dengan terpenuhinya kebutuhan dana-misi tersebut, berangkatlah kedua keluarga misionaris itu ke Jawa, Indonesia.

 

Misionaris-Pantekosta ini akhimya berhasil mendirikan jemaat Pantekosta yang pertama di Jawa yaitu di Cepu, Jawa Timur pada tahun 1923. Kemudian tokoh-tokoh yang lain bergabung dengan kedua misionaris ini untuk melembagakan kelompok-­kelompok persekutuan doa aliran Pantekosta dan gereja-gereja aliran Pantekosta yang pada waktu itu belum terorganisir dengan baik mereka mendirikan Pinkster Gemente pada tanggal 4 Juni 1924. Kepemimpinan Gereja-Gereja aliran Pantekosta ini kemudian sepakat mendirikan badan yang disebut “Pinkster Convent”  yang terdiri beberapa hamba Tuhan yang dituakan karena pengalaman, yaitu selain kedua utusan Injil tersebut masih ada lagi yang lain yaitu Ir. F.G.Van Gessel, Zr. M.A. Alt, Weenink V. Loon, F.Van Abkoude dan H. Horstman. Namun selanjutnya sejarah mencatat bahwa kepemimpinan bersama ini akhimya pecah menjadi tiga kelompok dikarenakan adanya campur tangan teologis dari Pdt. Offiler - Badan Misi Amerika (Bethel Temple, Seattle) mengenal : Pembatasan Pelayanan Mimbar terhadap Wanita, Perpuluhan dan Baptisan ulang. Sedangkan Rev Niky J. Sumual menambahkan bahwa alasan perpecahan juga mengenai ajaran Pdt. Offiler tentang Allah dan namaNya. Dengan adanya campur tangan ini “Pinkster-Convent”  pecah menjadi tiga kelompok.

 

Kelompok Pertama ialah : Van Klaveren dan Groesbeck, yang taat kepada pusat misi Los Angeles kemudian didukung oleh lr.F.G.Van Gessel mendirikan organisasi gereja sendiri, pada tanggal 4 Juni 1924 diakui oleh pemerintah Hindia Belanda dengan nama ”De Pinkster Gemente in Nederlandsche Indie” yang diketuai oleh D.H.W.     Weenink v. Loon. Sebelum perang Pasifik, Convent menyerahkan pimpinan kepada H.N.Runkat, SP Lumoindong dan RM Suprapto -kemudian hari nama gereja menjadi ”GEREJA PANTEKOSTA Dl INDONESIA” (GPdI).

Kelompok Kedua ialah : Br. van Abkoude, yang menolak campur tangan teologis Pdt. Offiler dari Amerika, mereka mendirikan organisasi gereja dengan nama “Gemente van God’ - “SIDANG JEMAAT ALLAH” kemudian hari bergabung dengan Assemblies of God dari Amenka yang juga masuk ke Indonesia.

Kelompok Ketiga dipimpin oleh Zr. M.A van Alt yang menolak antara lain “Pembatasan Pelayanan Mimbar Terhadap Wanita” – juga mendirikan organisasi gereja dengan nama “Pinkster Zending” (GEREJA UTUSAN PANTEKOSTA DI INDONESIA) pada tanggal 22 JANUARI 1935 dalam suatu konperensi yang diadakan dikota Malang, para pengurusnya berada dikota Kediri, Jawa Timur. Tahun itu juga “Pinkster Zending” diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai Lembaga Gereja (“Kerkgenootschap”) I Badan Hukum dengan Beslit No.26, Bogor tanggal 17 September 1935. Kemudian oleh Pemerintah Republik Indonesia, Gereja Utusan Pantekosta Di Indonesia diakui sah berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat (Kristen) Protestan Departemen Agama RI No. 13, tanggal 7 Pebruari 1989.

 

Itulah perpecahan pertama dikalangan aliran Pantekosta yang mengakibatkan Pinkster Gemente dengan kepemimpinan Pinkster-Convent bubar! Rupanya perpecahan yang pertama ini berlanjut dengan perpecahan-perpecahan berikutnya, sehingga hampir semua gereja-gereja aliran Pantekosta yang ada di Indonesia adalah hasil dari pada perpecahan-perpecahan tersebut.

 

Th van der Ena dan J.Weitjens, S.J. dalam bukunya “Ragi dan Cerita” mencatat bahwa perpecahan kepemimpinan gereja aliran Pantekosta di Indonesia baik perpecahan organisasi gereja maupun penggabungan organisasi gereja sangat tinggi dalam kurun waktu 1931-1970.

 

Para ahli sejarah Indonesia mengakui akan kesulitan melacak perkembangan awal sejarah gereja Pantekosta di Indonesia hal ini disebabkan karena banyaknya perpecahan, dan kurangnya data tertulis dan gereja-gereja Pantekosta. Disinyalir karena gereja-gereja ini kurang memperhatikan pentingnya sejarah dan pentingnya data-data. Dalam buku “Jernih dan Juang” pada halaman 108 dikatakan al. gereja-gereja aliran Pentakosta yang bersifat jemaat-sentris (extreme congregationalism) pada umumnya menganggap laporan-laporari, notulen-notulen, angka-angka dan sebagainya merupakan masalah duniawi, sehingga mereka kurang memperhatikan masalah sejarah maupun organisasi. Ditambahkan, sulitnya menulis sejarah masuknya aliran Pantekosta di Indonesia antara lain karena : “Sesuai dengan watak gerakan Pentakosta yang spontan dan tidak memiliki organisasi yang ketat, cara masuknya ke Indonesia tidak melalui perencanaan yang matang bahkan bersamaan waktu di beberapa tempat” Faktor kesulitan lain untuk membuat kronologis perkembangan awal sejarah gereja aliran Pantekosta ialah keterkaitannya satu dengan yang lain sangat erat.

 

Jadi sebenarnya hanya ada 4 Kelompok Gereja aliran Pantekosta di Indonesia yang merupakan cikal bakal dan semua gereja-gereja beraliran Pantekosta yang lahir dan bertumbuh

di Indonesia ini, yaitu:

  1. “Pinksterbeweging” yang kemudian dikenal dengan nama “GEREJA GERAKAN PANTEKOSTA” (GGP), yang pertama kali diakui Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 29 Maret 1923. Gereja ini kemudian bergabung dengan “Pinkster Gemeente” yang diakui Pemerintah Belanda tanggal 6 Apill 1924 dengan nama “Pinkster Gemeente in Nederlandsche Indie” tetapi kemudian berpisah lagi pada tahun 1932 dan berdiri sendiri dengan nama yang lama yaitu “Pinksterbeweging”.

  2. “Pinkster-Gemeente” diakui oleh Pemenntah Hindia Belanda dengan nama baru yaitu “Pinkster Gemeente in Nederlandsche Indie” kemudian pada tanggal 6 Juni 1937 berganti menjadi “De Pinkster Kerk in Nederlandsche Indie” dan pada jaman Jepang menjadi “GEREJA PANTEKOSTA Dl INDONESIA” (GPdI).

  3. “Gemente van God” - memisahkan diri dari “Pinkster Gemeente” pada tahun 1931 kemudian bergabung dengan aliran Pantekosta dari Amerika yaitu Assemblies of God, dengan nama “SIDANG JEMAAT ALLAH”.

  4. “De Pinkster Zending” juga berasal dari “Pinkster Gemeente” kemudian dikenal dengan nama “GEREJA UTUSAN PANTEKOSTA Dl INDONESIA”.

 

Dalam perkembangan selanjutnya diakui bahwa Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) adalah Gereja yang paling pesat pertumbuhannya di Indonesia walaupun diakui juga paling banyak mengalami perpecahan-perpecahan. Sedangkan yang paling lambat pertumbuhannya baik jumlah anggota jemaat maupun jumlah gerejanya adalah Gereja Utusan Pantekosta Di Indonesia (GUPDI), tetapi dipuji oleh Dr. Colley dan Dr. F Ukur dalam “Jernih dan Juang” sebagai satu-satunya Gereja Pantekosta yang tidak pernah mengalami perpecahan lagi sejak memisahkan diri dari “Pinkster Gemeente” (Sejak tahun 1935). Bahkan penolakan akan “Pembatasan Pelayanan Mimbar Terhadap Wanita” oleh Pendiri GUPDI (Zr. MA. van Alt) akhirnya diikuti oleh hampir semua gereja-gereja aliran Pantekosta saat ini.

 

Hampir semua penulis sejarah gereja di Indonesia menggolongkan gereja Pantekosta adalah gereja bidat atau sekte. Salah satunya ialah Th. Muller Kruger dalam bukunya ia memasukkan gereja aliran Pantekosta tidak didalam golongan gereja tetapi dalam golongan sekte. Ia juga mencatat bahwa aliran Pantekosta adalah aliran sekte yang paling besar dan paling luas di Indonesia. Dalam buku “Direktori Organisasi Kemasyarakatan” yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Masyarakat, Direktorat Jenderal Sosial Politik Departemen Dalam Negeri tahun 1995 - telah terdaftar 246 Organisasi Kristen Protestan. Gereja Utusan Pantekosta terdaftar dalam urutan nomor 15 halaman 164 buku itu.

B. GEREJA UTUSAN PANTEKOSTA DI INDONESIA

 

I. PERIODE TAHUN 1935 — 1942 - 7 Tahun Masa Awal

Sejak berdirinya sampai tahun 1941, Gereja Utusan Pantekosta dipimpin oleh Alm. Suster M.A van ALT. Dalam bukunya yang berjudul : ”Herinneringen uit mijn leven” (“Kenang-kenangan dari kehidupanku”) Suster Alt menulis antara lain: “Dimana-mana tempat di Jawa Timur,  Tuhan telah membuka banyak cabang-cabang. Mereka minta kepada kami untuk membawakan kabar lnjil sepenuh. ltulah hari-hari yang penuh Kesukaan

dan Kuasa. Banyak orang sakit disembuhkan dan dibaptis dengan Roh Kudus. Konperensi diadakan dimana-mana dengan berpuluh puluh penginjil, kadang-kadang berjalan sampai tiga hari berturut-turut, dimana diadakan doa dan puasa untuk orang orang sakit. Berkat dan anugerah Tuhan dinyatakan luar biasa, karena Tuhan yang berkuasa — Gereja Utusan Pantekosta berbuah! Karena dipandang telah berjasa dalam hidupnya, oleh Pemerintah Belanda telah diberikan penghargaan “De orde van Oranye —Nassau”

 

Sejak berdirinya, Gereja Utusan Pantekosta Di Indonesia adalah Gereja yang independen tidak pemah menerima bantuan apapun dariluar negeri tetapi tetap eksis sampai saat ini semata mata karena TUHAN mempunyai maksud melalui gerejaNya ini.

 

Dalam periode ini, GUP yang berpedoman memberitakan Injil Empat Segi (“Four Square Gospel”), yaitu :

telah mengalami kebangunan rohani yang besar-besaran, kuasa Roh Kudus bekerja seperti pada jaman para rasul-rasul, mujizat, kesembuhan ilahi, berkata-kata berbagai bahasa mulai bermunculan disana sini. Karya-karya dan pekerjaan-perkerjaan Roh Kudus inilah yang sebenamya merupakan ciri khas GUP pada awal berdirinya.

 

Almarhum Pendeta Jusak Poncoutomo (Ong Ngo Tjwan) adalah Pendeta yang dipakai Tuhan luar biasa, banyak orang sakit mendapat kesembuhan ilahi sekalipun hanya melalui percikan minyak. Dalam pelayanannya, almarhum pernah menghentikan iring-iringan orang yang akan menguburkan jenazah, dengan Kuasa Tuhan almarhum membangkitkan jenazah/ orang mati yang akan dikuburkan itu!

Suatu kali almarhum melihat ular dikebun, dan teringatlah akan Firman Allah dalam Markus 16:17-18 ‘...tanda2 yang menyertai orang percaya, ..... mereka akan memegang ular ….” Dan memang almarhum tidak terpengaruh apa2 oleh gigitan ular Itu.

 

II.  PERIODE TAHUN 1942 — 1952 - 10 Tahun Masa Krisis

Periode ini merupakan masa krisis bagi perkembangan GUP, banyak pendeta GUP yang berkebangsaan Belanda ditawanan oleh Pemerintah Jepang, akhimya Jemaat-jemaat yang ditinggalkan pendetanya bergabung dengan gereja-gereja lain. Setelah Jepang menyerah pada bulan Agustus 1945, pendeta-pendeta yang telah dibebaskan dan tawanan Jepang mencari tempat tempat yang aman, karena keadaan masih belum tenang - masih terjadi revolusi. Zr.M.A.van AIt setelah dibebaskan dari tawanan Jepang, kembali memimpin GUP.

 

Ketika terjadi perebutan kekuasaan Indonesia - Belanda, Zr.AIt pindah ke “Irian Barat” (pada waktu itu masih dikuasai oleh Pemerintah Belanda). Akhirnya, Zr.Alt kembali ke negeri Belanda dan meninggal dunia pada tanggal 22 Maret 1962 di negeri Belanda dalam usia 79 tahun.

 

Sementara itu terjadi pengelompokan diantara gereja-gereja GUP, kelompok yang satu berada didaerah pendudukan tentara Belanda, kelompok yang lain berada didaerah pedalaman RI. sehingga kelompok yang satu tidak bisa berkomunikasi dengan kelompok yang lain. Akhirnya gereja-gereja GUP yang berada didaerah pendudukan Belanda menggabungkan diri dengan Gereja Sidang Jemaat Allah.

 

Tahun 1951, setelah Belanda menyerah dan mengembalikan kekuasaan kepada Pemerintah Republik Indonesia, keadaan menjadi tenang dan aman. Setelah keadaan aman, Gereja Sidang Jemaat Allah menawarkan kepada pendeta-pendeta GUP yang berada didaerah pedalaman RI untuk meleburkan dalam Gereja Sidang Jemaat Allah. Kalau seandainya pendeta- pendeta GUP pada waktu itu menerima tawaran tersebut  maka berakhirlah sejarah GUP sampai saat itu saja!

 

Tetapi TUHAN menghendaki GUP tetap eksis dibumi Nusantara ini. Bahkan TUHAN menyatakan kasihNya kepada gerejaNya ini dengan  memberikan visi dan kekuatan kepada hamba-hambaNya untuk tetap setia dan mampu melewati masa-masa yang berat tersebut.

 

Ill. PERIODE TAHUN 1952 — 1972 - 20 Tahun Masa Konsolidasi

Bulan Oktober 1952, almarhum Pdt. YAHYA SUBRATA melanjutkan kepemimpinan GUP menggantikan Zr.MA.van Alt.  Sebagai Ketua Majelis Pusat, beliau mempunyai kerinduan untuk membuka Sekolah Latihan Pekabaran Injil di Kediri. Karena tidak mendapat dukungan bahkan menghadapi tantangan yang tidak ringan, akhirnya sekolah yang dikelolannya sendiri bersama dua orang guru lainnya hanya bertahan selama dua periode yaitu dalam tahun 1953 dan tahun 1954. Mengingat usia yang mendekati 70 tahun, maka jabatan sebagai Ketua Majelis Pusat diteruskan oleh Pdt. PETRUS IMAN SANTOSO, almarhum adalah pemimpin GUP setelah Pdt. Yahya Subrata dipanggil pulang Tuhan pada bulan Agustus 1980 dalam usia 77 tahun.

 

Pdt. Petrus iman Santoso (Gembala Jemaat GUP di Solo) dipercayakan beberapa periode menjabat Ketua Majelis Pusat GUP Di Indonesia. Pada tanggal 11 Nopember 1990 beliau dipanggil pulang Tuhan, kemudian Pdt. Ibu Petrus menggantikan jabatan Gembala Jemaat GUP Solo sampai akhir hidupnya tahun 1994.

Pdt.Petrus Iman Santoso adaIah seorang pemimpin yang mempunyai prinsip yang kuat dan sangat berhati hati dalam setiap tindakannya. 

GUP mempunyai kerja sama yang baik dengan Gereja Isa Almasih, hal ini sudah lama dirintis oIeh alm.Pdt. Petrus Iman Santoso dengan alm. Pdt. Tan Hok Tjoan dan Gereja Isa Almasih. Kerja sama sudah sampai tingkat tukar mimbar antar kedua organisasi Sinode ini. Akhimya timbul gagasan bersama untuk melebur menjadi satu wadah dengan nama yang diusulkan oleh Pdt. Yahya Sutandi dan GIA Semarang: “Gereja Utusan isa Almasih” — tetapi gagasan ini tidak pernah terjadi karena tidak semua pendeta GUP sepakat.

 

Pdt. JAHJA NEHEMIA OBADJA (Gembala Jemaat GUP.Bandung) kemudian meneruskan kepemimpinan GUP menggantikan almarhum Pdt. Petrus man Santoso. Pandangan Pdt. Jahja N.Obadja tentang sekolah Alkitab, adalah lebih baik kalau calon hamba Tuhan disekolahkan disekolah Alkitab/ Teologi yang sudah banyak di Indonesia, tinggal pilih yang paling sesuai dengan doktrin GUP. Beberapa calon pendeta-pendeta disekolahkan di ABDIEL, Institut Injil Indonesia, SDA, Karanglo, SAT dan tempat tempat lain.

 

IV.        PERIODE TAHUN 1972 -1992 - 20 Tahun Masa Pemantapan

 

Beberapa calon hamba Tuhan yang disekolahkan satu persatu telah menyelesaikan studinya sehingga dapat memenuhi kebutuhan jemaat lokal, demikian juga dengan penggabungan beberapa hamba Tuhan dalam GUP.

Di Tulungagung dan sekitarnya, Pdt. R. SOEPRODJO adalah Hamba Tuhan yang tidak bisa dilupakan dalam sejarah perkembangan GUP. Beliau termasuk pejuang iman yang lebih memilih melayani Tuhan sampai akhir hidupnya (1969) dari pada menyelesaikan tahun-tahun terakhir studi-nya di Fakultas Kedokteran. Setelah beliau dipanggil pulang, ibu Soeprodjo melanjutkan penggembalakan Jemaat Tulungagung, yang akhimya pada tahun 1977 pekerjaan Tuhan di Tulungagung dan sekitamya diserahkan kepada Pdt. JAMES AGUS ELISA PUTRA

 

Pdt. SIEM BIE SWIE — Gembala Jemaat GUP di Madiun juga merupakan salah satu tokoh dalam sejarah perkembangan GUP beliau mendirikan beberapa Jemaat disekitar Madiun antara lain, Ponorogo, Ngawi, Caruban, Maospati. Ketika pada tahun 1981 Pdt. Siem Bie Swie dipanggil pulang dalam usia 79 tahun, semua gereja gereja cabang-nya telah terisi hamba Tuhan yang sudah dipersiapkan, termasuk putranya sendiri      Pdt. YAHYA GUNAWAN (Siem King Twan). Akan tetapi Pdt. Yahya Gunawan juga dipanggil pulang Tuhan dan diteruskan oleh Pdt. NATHAN SANDJAJA menjadi Gembala Jemaat GUP di Madiun. Setelah melewati masa yang panjang, akhirnya pada tahun 1986 GUP mendirikan Pusat Latihan Pekabaran Injil (PLPII) di Kediri yang kemudian dipindahkan ke Bolon (dekat Kartasura).

 

V. PERIODE TAHUN 1992 — 1997 -(5 Tahun Masa Pengembangan Kwantitas)

 

Sekalipun sampai dengan tahun 1994 GUP masih mempunyal 28 jemaat lokal yang hanya tersebar dalam lima propinsi di Indonesia, yaitu: Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI dan Sulawesi Selatan, tetapi dalam Dalam buku “Jerih dan Juang” halaman 108 disebutkan bahwa Gereja Utusan Pantekosta Di Indonesia termasuk dalam jajaran “Gereja Tingkat Nasional”.

 

Atas pertolongan Tuhan, dalam periode 1994 -1997 ini terjadi pengembangan dalam jumlah anggota jemaat dan jumlah gereja lokal. Pengembangan ini terjadi selain bertambahnya anggota jemaat gereja induk juga dikarenakan pendewasaan Pos-pos PI yang dikelola oleh gereja induk menjadi gereja dewasa/ mandiri, dan juga penggabungan-penggabungan jemaat dari luar, misalkan dari Medan, Batam, Manado dan Mataram.

 

Dalam tiga tahun tersebut, GUP sudah bertambah dari 28 gereja lokal menjadi 53 gereja Iokal yang sudah tersebar di 14 propinsi, yaltu Sumatra Utara, Riau, Sumatra Setatan, Lampung, DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat. Sekalipun pengembangan kwantitas GUP sudah mulai terjadi dalam periode ini, baik anggota jemaat maupun gereja lokal, tetapi kuasa Pantekosta yang pemah dialami oleh hamba-hamba Tuhan GUP secara luar biasa khususnya pada awal berdinnya GUP masih belum terulang kembali.

 

Dengan melihat sejarah GUP yang dipimpin oleh hamba-hamba Tuhan yang sederhana dan bersahaja, tetapi toh mampu bertahan melewati masa-masa krisis yang panjang, bahkan mampu berbuah, dikarenakan  ... RohKU, firman TUHAN semesta alam (Zakharia 4:6). Akhirnya, kita menyadari bahwa jikalau GUP masih tetap eksis dibumi Nusantara ini sampai saat ini (selama 71 tahun) — pasti Tuhan mempunyal maksud yang indah melalui gerejaNYA ini pada masa-masa mendatang!

 

VI. PERIODE  1997 – 2004 (7 tahun masa pengembangan jangkauan)

Ketika muker 2003 diadakan di Batu, Malang, jumlah gereja lokal GUPDI dilaporkan telah mencapai  67 jemaat dengan 106 TPJ yang tersebar di seluruh Indonesia dengan tenaga full timer sebanyak 220 orang.

Sadar bahwa selama ini GUPDI terlalu terfokus pada upaya pengembangan gereja hanya didalam negeri saja maka muker tersebut disepakati bahwa GUPDI mulai serius memikirkan dan mengambil langkah-langkah konkrit untuk pengembangan jemaat ke luar negeri. GUPDI di Frankfurt-Jerman menjadi jemaat ke 68 dengan beberapa pos pi nya Kita imani bahwa kedepan nanti, kita akan menjangkau banyak negara lain untuk pelebaran dan pemekaran GUPDI

SAMBUTAN KETUA UMUM PGPI
PDT JASON BALOMPAPUENG
HUT GUPDI KE-87

KETUA  MAJELIS SINODE GUPDI
1935 - SEKARANG

bottom of page